29 Mei, 2012

Nurdin Urbayani di Majalah Al Abidin



Di pagi yang cerah, di sela keriangan bermain anak-anak TKII Al Abidin , seorang wali murid berpakaian sederhana membuka pintu gerbang TK. Rupanya beliau hendak mengantar putranya bersekolah di sana. Namun, didapatinya, pintu gerbang itu telah rusak, seret, dan sebagian papan sengnya telah terbuka. Beberapa menit kemudian datang para tukang las, atas permintaan langsung bapak wali murid tersebut, yang akhirnya menyulap pintu gerbang TKII menjadi lebih layak fungsi sampai saat ini. Bapak itulah yang bernama lr. Drs.H. Nurdin Urbayani, MM, sosok kharismatik dan low profile ini adalah putra ke-5 dari Bapak Haji Suparno Zainal Abidin, pendiri Yayasan Al Abidin. 

Semasa kecil, beliau tinggal di Nusukan, daerah dengan lingkungan masyarakat yang masih "kehitam-hitaman", kata beliau. Di sini, beliau menghabiskan masa pendidikan dasarnya dengan bersekolah di dua tempat, pagi di Sekolah Dasar dan sorenya di Madrasah Diniyah. Meskipun beliau mengaku "nakal" sebagalmana nakalnya anak ­anak, tetapi bakti beliau terhadap orang tua patut dijadikan teladan. Di sela-sela waktu belajar dan bermainnya, Nurdin kecil masih mau menyempatkan waktunya dari jam 5 sore sampai jam 9 malam untuk membantu ibu berjualan susu segar. Sisa susu yang tidak habis terjual, dihabiskannya, sehingga postur badannya berbeda dari saudara-saudaranya, lebih besar, kelakar beliau.

Dibawah asuhan dan didikan penuh disiplin militer dari ayah beliau yang tentara, Pak Haji Suparno Z.A , Nurdin kecil tumbuh menjadi seorang yang ulet namun religius. Jika malas ngaji atau malas sholat ke masjid, Bapak langsung turun tangan dengan sabuk tentaranya untuk mengingatkan anak-anak akan kewajibannya kepada Allah

Kecintaan Pak Nurdin terhadap ilmu dan ketaatan beliau terhadap orang tua jugalah yang membuat beliau sabar dan kerasan menghabiskan masa remajanya untuk nyantri di Pondok Ngruki selama 6 tahun. Sementara, kata beliau, kakak-kakaknya tidak ada yang sebetah itu berada dilingkungan pondok. Itulah sebabnya, di kelak kemudian hari, banyak posisi-posisi penting yang diamanahkan kepada beliau di Yayasan Al Abidin dan unit-unit usahanya.

Melihat kesuksesan usaha keluarga Pak Haji Parno —dalam bisnis produk-produk berbahan plastik, banyak hal menarik yang patut kita pelajari. Pelajaran yang mengingatkan kita akan pentingnya usaha keras, ikhtiar dan doa sebagai kunci meraih kesuksesan dunia akhirat. Saat masih menjadi tentara, demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, setelah pulang dari tugas kemiliterannya, Pak Haji Parno selalu melepaskan seragam tentaranya berganti dengan baju keseharian, kemudian naik truk dan berjualan plastik ke Surabaya. 

Kepada anak-anak beliau Pak Haji tidak pernah mendidik mereka untuk hanya "ngathung" dari orang tua. Sejak kecil, jiwa wirausaha telah ditanamkan kepada anak­anaknya. Uang sangu saat sekolah dan kuliah harus didapatkan dan diusahakan sendiri oleh mereka, entah dengan berjualan atau berbisnis kecil-kecilan dengan cara yang halal. Begitupun Pak Nurdin, segala macam profesi pernah beliau jajal, dari berjualan mantol saat masih kuliah di UGM, menawarkan plastik mika door to door, berjualan bensin, bahkan kerja di bengkel pun pernah beliau coba.

Kini, hasil dari usaha dan doa itu telah dituai. Namun, prinsip zuhud dan menjauhi hubuddunya masih beliau pegang. " Kalau mendapat harta, jangan taruh harta di hati, cukup di tangan saja. Karena jika harta itu hilang, sakitnya cuma di tangan, tidak sampai ke hati.

Jangan mengejar dunia, karena semakin dikejar, akan membuat haus senantiasa. Sebaliknya, jika akhirat yang kita kejar, maka dunia itu akan mengikut pada kita dengan sendirinya."

Terakhir, pesan beliau sebagai Dewan Pembina di Yayasan Al Abidin, kemajuan yang didapat dari berbagai unit usaha, seperti pabrik, kopontren, BMT,dll serta kemajuan dakwah pendidikan seperti TKII dan SDII, (SMPII - Revisi) semuanya berawal dari masa-masa susah dan penuh perjuangan keras. Oleh karena itu JAGA KEIKHLASAN, jangan cuma berorientasi pada materi semata. Semoga semua itu menjadi ladang pahata yang bisa kita tuai di akhirat kelak... Terimakasih Bapak, karena telah menginspirasi kami, para pemuda, untuk meneladani perjuangan hidup dan keikhlasan hati Bapak...[dna]


20 Maret, 2012

Muhammad, Sang Pengusaha Sukses


Hidayatullah.com--TRADISI ritual peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dikenal dengan Maulid Nabi sudah menjadi budaya keagamaan di kalangan masyarakat Indonesia. Bahkan Maulid Nabi sudah dijadikan sebagai hari besar di negeri ini, yang berarti adalah hari libur nasional.
Bulan ini, tepatnya 15 Februari 2011, adalah tepat 12 Rabiul Awwal 1432 H pada penanggalan Islam (Hijriah) adalah hari kelahiran seorang Manusia Agung bernama Muhammad pembawa agama perdamaian untuk seluruh umat manusia.
Kelahiran Nabi sebenarnya tidak termasuk hari besar jika dilihat dari pandangan al-Qur’an dan al-Hadist. Namun, biasanya, peringatan Maulid Nabi dimaksudkan sebagai momentum untuk mempelajari dan merenungi kembali perjalanan hidup beliau sebagai seorang Rasul sekaligus sebagai manusia biasa yang sukses dalam berbagai sisi kehidupan.
Rasulullah adalah potret pribadi sukses dalam menjalani kehidupan yang harus menjadi panutan bagi umat manusia.
Sirah Nabi adalah living model yang diinginkan Allah untuk diimplementasikan oleh tiap pribadi muslim sejati. Jadi perayaan Maulid Nabi bukan sekedar kegembiraan atas kehadiran beliau dalam sejarah tapi yang lebih penting dari semua itu adalah bagaimana memahami perjalanan hidup beliau secara utuh, sempurna dan menyeluruh sehingga menjadi panutan dalam membangun peradaban umat manusia.
Dengan momentum Maulid Nabi ini, penulis ingin menghadirkan satu dimensi kehidupan Rasulullah yang jarang dibahas oleh para da’i dan muballig yaitu kesuksesan Muhammad sebagai seorang pedagang. Muhammad bukan hanya sukses dalam berdakwah, memimpin negara dan rumah tangga tapi juga sukses dalam membangun usaha. Muhammad bukan hanya disegani sebagai pemuka agama dan pemimpin negara tapi juga disegani sebagai saorang saudagar yang memiliki jangkauan jaringan bisnis dan pangsa pasar yang luas serta pelanggang yang banyak.
Muhammad sebagai pemimpin bisnis dan entrepreunership dijelaskan secara gamblang di dalam buku Dr. Syafi’i Antonio dengan judul “Muhammad SAW Super Leader Super Manager”. Buku tersebut menguraikan bahwa masa berbisnis Muhammad yang mulai dengan intership (magang), business manager, investment manager, business owner dan berakhir sebagai investor relative lebih lama (25 tahun) dibandingkan dengan masa kenabiannya (23 tahun). Nabi Muhammad bukan hanya figur yang mendakwakan pentingnya etika dalam berbisnis tapi juga terjun langsung dalam aktifitas bisnis.
Sang manager
Sejak kecil tepatnya saat berumur 12 tahun, Muhammad sudah diperkenalkan tentang bisnis oleh pamannya, Abu Thalib, dengan cara diikutsertakan dalam perjalanan bisnis ke Suriah.
Pengalaman perdagangan (magang) yang diperoleh Muhammad dari pamannya selama beberapa tahun manjadi modal dasar baginya disaat memutuskan untuk menjadi pengusaha muda di Mekah. Beliau merintis usahanya dengan berdagang kecil-kecilan di sekitar Ka’bah.
Dengan modal pengalaman yang ada disertai kejujuran dalam menjalankan usaha bisnisnya, nama Muhammad mulai dikenal dikalangan pelaku bisnis (investor) di Mekah.
Dalam kurung waktu yang tidak cukup lama, Muhammad mulai menampakkan kelihaiannya dalam menjalankan usaha perdagangan bahkan beberapa investor Mekah tertarik untuk mempercayakan modalnya untuk dikelolah oleh Muhammad dengan prinsip bagi hasil (musyarakah-mudharabah) maupun penggajian. Pada tahapan ini Muhammad telah beralih dari business manager (mengelola usahanya sendiri) menjadi investment manager (mengelola modal investor).
Dengan modal yang sudah relatif besar, Muhammad memiliki kesempatan untuk ekspansi bisnis untuk menjangkau pusat perdagangan yang ada di Jazirah Arab. Kejujuran beliau dalam berbisnis sehingga dikenal olah para pelaku bisnis sebagai Al-Amin menjadi daya tarik bagi kalangan investor besar untuk menginvestasikan modalnya kepada Muhammad, salah satu di antaranya adalah Khadijah yang di kemudian hari menjadi Istri pertama beliau.
Di usia 25 tahun, usia yang masih rekatif mudah, Muhammad menikah dengan Khadijah, seorang pengusaha sukses Mekah. Secara otomatis Muhammad menjadi pemilik sekaligus pengelola dari kekayaan Khadijah. Penggabungan dua kekayaan melalui pernikahan tersebut tentunya semakin menambah usaha perdagangan mereka baik secara modal maupun penguasaan pangsa pasar. Pada tahapan ini Muhammad sudah menjadi business owner.
Setelah Muhammad menikah dengan Khadijah, beliau semakin gencar mengembangkan bisnisnya melalui dengan ekspedisi bisnis secara rutin di pusat-pusat perdagangan yang ada di jazirah Arab, beliau intens mengunjungi pasar-pasar regional maupun Internasional demi mempertahankan pelanggan dan mitra bisnisnya. Jaringan perdagangan beliau telah mencapai Yaman, Suriah, Busara, Iraq, Yordania, Bahrain dan kota-kota perdagangan Arab lainnya.
Saat menjelang masa kenabian (berumur 38 tahun) di mana waktunya banyak dihabiskan untuk merenung beliau telah sukses menjadi pedagang regional dimana wilayah perdagangannya meliputi Yaman, Suriah, Busra, Iraq, Yordania, Bahrain dan kota-kota perdagangan Jazirah Arab lainnya. Pada tahapan in beliau telah memasuki fase yang menurut Robert T Kiyosaki disebut financial freedom.
Kehebatan berbisnis Muhammad bisa dilihat dalam sebuah riwayat yang menceritakan bahwa beliau pernah menerima utusan dari Bahrain, Muhammad menanyakan kepada Al-Ashajj berbagai hal dan orang-orang yang terkemuka serta kota-kota yang terkemuka di Bahrain. Pemimpin kabilah tersebut sangat terkejut atas luasnya pengetahuan geografis serta sentral-sentral komersial Muhammad. Kemudian al-Ashajj berkata “sungguh Anda lebih mengetahu tentang negeri saya daripada saya sendiri dan anda pula lebih banyak mengetahui pusat-pusat bisnis kota saya dibanding apa yang saya ketahu. Muhammad menjawab “saya telah diberi kesempatan untuk menjelajahi negeri anda dan saya telah melakukannya dengan baik.” (Syafi’i Antonio, 2007).
Demikianlah perjalanan sukses bisnis Muhammad sebelum resmi menjadi seorang Nabi yang jarang disampaikan kepada generasi-generasi muda di saat perayaan Maulid Nabi. Pemahaman yang utuh tentang biography kehidupan beliau akan menghindarkan terjadinya pemahaman yang sempit tentang diri Rasulullah. Banyak orang yang mengaggap Rasulullah sebagai orang yang miskin padahal justru sebaliknya beliau adalah sosok pebisnis yang sukses.
Melalui momentum Maulid Nabi ini kiranya perlu mengangkat tema kesuksesan Muhammad sebagai pelaku bisnis demi memacu munculnya pengusaha-pengusaha muda di kalangan Muslim. Sebenarnya negeri ini memiliki tokoh-tokoh agama sekaligus pengusaha sukses, sebut saja misalnya, tokoh nasional K.H. Ahmad Dahlan dengan usaha batiknya. Bahkan dalam sejarah gerakan kemerdekaan Indonesia kita mengenal tokoh-tokoh agama yang terhimpun dalam Syarikat Dagang Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui jumlah wirausahawan di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara maju di dunia. Dari total penduduk Indonesia, 231, 83 juta jiwa hanya sekitar 2 persen saja yang berwirausaha atau sebesar 4, 6 juta. Tentunya jumlah ini sangat kecil sekali jika negeri ini menginginkan penduduknya untuk semakin kuat dan mandiri secara ekonomi.
Negara-negara maju relative memiliki persentasi wirausahawan yang relatif tinggi dari jumlah penduduknya. Persentase penduduk Singapura yang berwirausaha mencapai 7 persen, China dan Jepang 10 persen dari total jumlah penduduk mereka. Sedangkan yang tertinggi adalah Amerika Serikat sebesar 11, 5-12 persen.
Melalui perayaan Maulid Nabi ini, kita perlu mengkampanyeka pentingnya berwirausaha seperti apa yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai solusi untuk menyelesaikan persoalan umat yaitu kemiskinan dan pengangguran. [Ali RamaPeneliti ISEFID (Islamic Economic Forum for Indonesia Development)]