|
Di pagi yang cerah, di sela keriangan bermain anak-anak TKII
Al Abidin , seorang wali murid berpakaian sederhana membuka pintu gerbang
TK. Rupanya beliau hendak mengantar putranya bersekolah di sana. Namun,
didapatinya, pintu gerbang itu telah rusak, seret, dan sebagian papan sengnya telah terbuka.
Beberapa menit kemudian datang para tukang
las, atas permintaan langsung bapak wali murid tersebut, yang akhirnya menyulap pintu
gerbang TKII menjadi lebih layak fungsi sampai saat ini. Bapak itulah yang
bernama lr. Drs.H. Nurdin Urbayani, MM, sosok
kharismatik dan low profile ini adalah
putra ke-5 dari Bapak Haji Suparno Zainal Abidin, pendiri Yayasan Al Abidin.
Semasa kecil, beliau tinggal di Nusukan,
daerah dengan lingkungan masyarakat yang masih "kehitam-hitaman",
kata beliau. Di sini, beliau menghabiskan masa pendidikan dasarnya dengan
bersekolah di dua tempat, pagi di Sekolah Dasar dan
sorenya di Madrasah Diniyah. Meskipun beliau mengaku
"nakal" sebagalmana nakalnya anak anak, tetapi bakti beliau
terhadap orang tua patut dijadikan teladan. Di
sela-sela waktu belajar dan bermainnya,
Nurdin kecil masih mau menyempatkan waktunya dari jam 5 sore sampai jam 9
malam untuk membantu ibu berjualan susu segar.
Sisa susu yang tidak habis terjual, dihabiskannya,
sehingga postur badannya berbeda dari
saudara-saudaranya, lebih besar, kelakar beliau.
Dibawah asuhan
dan didikan penuh disiplin militer dari ayah
beliau yang tentara, Pak Haji Suparno Z.A , Nurdin
kecil tumbuh menjadi seorang yang ulet namun religius. Jika malas ngaji
atau malas sholat ke masjid, Bapak langsung
turun tangan dengan sabuk tentaranya
untuk mengingatkan anak-anak
akan kewajibannya kepada Allah .
Kecintaan
Pak Nurdin terhadap ilmu dan ketaatan beliau terhadap orang tua jugalah yang membuat beliau sabar dan kerasan menghabiskan
masa remajanya untuk nyantri di Pondok Ngruki selama 6
tahun. Sementara, kata beliau, kakak-kakaknya
tidak ada yang sebetah itu berada dilingkungan
pondok. Itulah sebabnya, di
kelak kemudian hari, banyak posisi-posisi penting yang
diamanahkan kepada beliau di Yayasan Al Abidin dan unit-unit
usahanya.
Melihat
kesuksesan usaha keluarga Pak Haji Parno —dalam bisnis
produk-produk berbahan plastik, banyak hal menarik yang patut
kita pelajari. Pelajaran yang mengingatkan kita akan pentingnya
usaha keras, ikhtiar dan doa sebagai kunci
meraih kesuksesan dunia akhirat. Saat masih menjadi tentara, demi
memenuhi kebutuhan sehari-hari, setelah
pulang dari tugas kemiliterannya, Pak Haji Parno selalu melepaskan seragam tentaranya berganti dengan baju keseharian, kemudian naik truk dan berjualan plastik
ke Surabaya.
Kepada anak-anak beliau Pak
Haji tidak pernah mendidik mereka untuk hanya "ngathung" dari
orang tua. Sejak kecil, jiwa wirausaha
telah ditanamkan kepada anakanaknya.
Uang sangu saat sekolah dan kuliah
harus didapatkan dan diusahakan sendiri oleh mereka, entah dengan berjualan atau
berbisnis kecil-kecilan dengan cara yang halal. Begitupun
Pak Nurdin, segala macam profesi pernah beliau jajal, dari berjualan mantol
saat masih kuliah di UGM, menawarkan plastik mika door to door, berjualan bensin, bahkan kerja di bengkel pun pernah beliau
coba.
Kini, hasil dari usaha dan doa itu telah dituai. Namun, prinsip zuhud dan
menjauhi hubuddunya
masih beliau pegang. " Kalau mendapat harta, jangan taruh harta di hati, cukup di tangan saja. Karena jika harta itu hilang, sakitnya
cuma di tangan, tidak sampai ke hati.
Jangan mengejar dunia, karena semakin dikejar, akan membuat haus senantiasa.
Sebaliknya, jika akhirat yang kita
kejar, maka dunia itu akan mengikut pada kita dengan sendirinya."
Terakhir, pesan beliau sebagai Dewan
Pembina di Yayasan Al Abidin,
kemajuan yang didapat dari berbagai unit usaha, seperti pabrik, kopontren,
BMT,dll serta kemajuan dakwah pendidikan seperti TKII dan SDII, (SMPII - Revisi) semuanya berawal
dari masa-masa susah dan penuh perjuangan
keras. Oleh karena itu JAGA KEIKHLASAN, jangan cuma berorientasi pada
materi semata. Semoga semua itu menjadi ladang
pahata yang bisa kita tuai di akhirat kelak... Terimakasih Bapak, karena telah
menginspirasi kami, para pemuda, untuk
meneladani perjuangan hidup dan keikhlasan hati Bapak...[dna]