21 Mei, 2013

BISNIS KELUARGA MUHAMMAD SAW


*Diambil dari Ensiklopedia Leadership & Manajemen Muhammad SAW, 
  Dr. Muh. Syafii Antonio, M.Ec. (Buku ke 2)

Kota Mekkah menjadi pusat-pusat transit perdagangan di Jazirah Arab antara komoditas Yaman dan komoditas Syiria sehingga penduduknya lebih maju daripada suku-suku lainnya.


Seperti yang tertera jelas dalam Surat Quraisy (Q.S. Quraisy (106): 1-4), secara umum bangsa Quraisy memiliki dua rute perjalanan yang didasarkan pada cuaca musim panas dan musim dingin.

Perjalanan dagang musim panas dilakukan ke utara yang meliputi Syria, Yordania, Palestina, dan Lebanon.  Bahkan, tidak jarang, mereka melanjutkan perjalanan sampai ke Turki dan perbatasan Eropa Barat. 

Daerah itu menjadi favorit perjalanan kafilah dagang musim panas karena relatif lebih sejuk bila dibandingkan terik matahari Mekkah dan Jeddah. Sementara pada musim dingin, daerah selatan Mekkah seperti Yaman dan Ethiopia memiliki cuaca yang lebih hangat. Di berbagai daerah Syam bahkan turun salju. Oleh karena itu, pada musim ini bangsa Quraisy memilih berdagang ke selatan.

Dalam perkembangannya, kota Mekkah mempunyai kedudukan kian penting di seluruh Jazirah. Setelah kepemimpinan diteruskan Naufal dan Muttalib, Mekkah bertambah maju dan makmur. 

Kota Mekkah menjadi pusat transit perdagangan di Jazirah Arab antara komoditas Yaman dan komoditas Syiria sehingga penduduknya lebih maju daripada suku-suku lainnya.

Di dalam keluarga besar Muhammad  hampir seluruh karib kerabatnya adalah pedagang. Darah dagang dalam diri Muhammad rupanya sudah mengalir dari kakek besar Hasyim bin Abdu Manaf, turun ke Abdul Muttalib sang kakek, mengalir ke darah Abdullah sang ayah juga ke paman-pamannya, seperti Sayyidina Abbas dan Abi Talib. 

Demikian juga kerabat setingkat paman seperti Abi Sufyan. Tidak ketinggalan pula sepupu dan sahabat-sahabat karib beliau, seperti Ali bin Abi Tålib, Abu Bakr, Umar, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Suhaib Ar-Rumi. Semuanya adalah pedagang yang sangat sukses dan mandiri, dan banyak menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakatnya.

Kekhasan yang menyertai kegiatan dagang bangsa Quraisy kala itu, mereka menjalankan ekspedisi dagang yang terdiri dari sejumlah orang (membentuk kelompok/ kafilah), dan menjadikan unta sebagai alat transportasi.

Menurut sebuah catatan, mereka menggunakan kafilah unta yang jumlahnya bisa mencapai 1.000 hingga 2.500 ekor bersama 100 sampai 300 pengiring. Seekor unta bisa membawa 300 kilogram beban, sehingga kafilah itu bisa mengangkut 300 sampai 750 ton beban.

Bentuk dan jenis perdagangan Arab Jahiliah sangat variatif. Di antaranya, para pemilik modal dapat terlibat langsung dalam mengelola perdagangan, atau hanya sebagai penanam modal (investor). 

Janda kaya atau anak-anak yatim yang memiliki peninggalan harta benda, misalnya, dapat menginvestasikan modalnya kepada orang-orang yang pandai dalam berdagang dan dianggap bisa dipercaya. Bentuk ini dikenal dengan nama Muqaradah atau Mudarabah.

Mudarabah adalah satu bentuk kerjasama bisnis antara dua belah pihak atau lebih, di mana pihak pertama menyediakan dana (sahib maal) dan pihak kedua memberikan keahlian dan kemampuan manajemen (mudarib). 

Kedua belah pihak sepakat untuk berkongsi untung dan rugi dalam satu proyek atau unit usaha. Jika terdapat keuntungan, keuntungan itu dibagi sesuai nisbah (ratio) yang telah disepakati. 
Manakala terjadi kerugian, kerugian itu akan ditanggung penyandang dana, selama tidak timbul dari kecurangan dan atau kelalaian mudarib. Jika mudarib melakukan manipulasi yang berakibat pada kerugian, kerugian sepenuhnya ditanggung mudarib.

Dalam perkembangannya, mudarabah memiliki berbagai corak, termasuk di dalamnya mudarabah mutlaqat (umum) dan mudarabah muqayyadah (dibatasi dengan ketentuan-ketentuan bisnis tertentu).

Bentuk perdagangan inilah yang pernah dipraktikkan oleh Muhammad ketika bekerjasama dengan investor Khadijah binti Khuwailid. Penduduk Hijaz menyebut kerjasama itu dengan istilah mudarabah, sementara penduduk Irak menamainya dengan istilah muqaradah.

Bangsa Quraisy pra Islam hidup pada masa jahiliah yang berarti "masa kebodohan." Kehidupan bangsa Arab pada saat itu sarat dengan perilaku bodoh yang merugikan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.

Mereka terbiasa dan senang melakukan praktik bisnis ribawi, memperjual belikan manusia (perbudakan), berjudi, meyakini takhayul, minum minuman keras, berzina, merampok suku lain, mengubur anak perempuan hidup-hidup, dan lain-lain.

Di tengah-tengah kejahiliahan itu, Muhammad sering merenung dan menyendiri, memikirkan kondisi yang terjadi di masyarakatnya. Tatkala Allah mengangkat beliau sebagai rasul, beliau mulai memperkenalkan sekaligus menyeru umatnya untuk meninggalkan berbagai perilaku dan tradisi jahiliah, termasuk kejahiliahan dalam berniaga dan berbisnis.

Setelah diangkat sebagai Nabi dan Rasulullah, Muhammad perlahan-lahan mengikis beragam bentuk dan praktik perdagangan yang sarat dengan nilai-nilai kejahiliahan. Beliau mengajarkan bentuk transaksi bisnis yang sarat dengan nilai etika, akhlak, dan kemanusiaan.

Ajaran yang disampaikan Nabi sangat apresiatif terhadap perdagangan yang praktiknya dilandasi etika bisnis Islami. Sedangkan perdagangan yang mengandung unsur ribawi, sebagaimana biasa dilakukan bangsa Arab Jahiliah, termasuk dalam kategori yang diharamkan.

"Orang-orang yang (makan) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang-orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu lantaran mereka berkata bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu berhenti (dari mengambil riba), maka baginya yang telah diambil dahulu, dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (Q.S. Al-Baqarah (2): 275).

Tidak itu saja, Muhammad pun memperkenalkan syarat-syarat kehalalan jual-beli, dan beliau melarang transaksi jual beli dengan unsur tipu daya atau kecurangan yang acap kali ditempuh para pedagang Arab Jahiliyah.

Nabi menjelaskan, jual beli semacam itu tidak sah karena merugikan pihak lain. Beliau menyampaikan kepada kaumnya bahwa dalam Islam terdapat kerangka dasar etika yang harus diterapkan saat transaksi jualbeli. Dalam mengemban Islam pada awal-awal turunnya ajaran tersebut, Muhammad mendapat tentangan yang keras dari mereka. 

www.tokosantri.com





05 Mei, 2013

BERDOA DI WAKTU YANG TEPAT (MUSTAJABAH)

"Wahai manusia, selagi engkau berdoa dan berharap kepada Ku, aku mengampuni dosamu dan tidak aku pedulikan lagi dosamu." (HR. At Tirmidzi, ia berkata: 'Hadits hasan shahih')


"Berdoalah kepada Ku, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyornbongkan diri karena enggan beribadah kepada Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka jahannam dalam keadaan hina dina." (AI-Quran Surah Ghafir [40] : 60)



BERDOA DI WAKTU YANG TEPAT

 ( diambil dari Majalah AULIA No 11 Mei 2013 )



Di antara usaha yang bisa kita upayakan agar doa kita dikabulkan oleh Allah Ta'ala adalah dengan memanfaatkan waktu-waktu tertentu yang dijanjikan oleh Allah Ta'ala  bahwa waktu-waktu tersebut doa akan dikabulkan. diantara waktu waktu tersebut adalah :


1. Ketika sahur atau sepertiga malam terakhir

Allah Ta'ala mencintai hamba Nya yang berdoa di malam yang terakhir. Allah Ta'ala berfirman tentang ciri-ciri orang yang bertaqwa, salah satunya ,

"Ketika waktu sahur (akhir malam), mereka berdoa memohon ampunan." (QS. Adz-ariyat [51] : 18)
Sepertiga malam yang paling akhir adalah waktu yang penuh berkah, sebab pada saat itu Rob kita Allah Subhanahu wa Ta'ala turun ke langit dunia dan mengabulkan setiap doa hamba Nya yang berdoa ketika itu. 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Rabb kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang akhir pada setiap malamnya. Kemudian berfirman: 'Orang yang berdoa kepadaKu akan Aku kabulkan, orang yang meminta sesuatu kepada Ku akan Ku berikan, orang yang meminta ampunan dari Ku akan Ku ampuni`." (HR. Al-Bukhari no.1145, Muslim no. 758)

Namun perlu dicatat, sifat 'turun' dalam hadits ini jangan sampai membuat kita membayangkan Allah Ta'ala turun sebagaimana manusia turun dari suatu tempat ke tempat lain. Karena tentu berbeda.Yang penting kita mengimani bahwa Allah Ta'ala turun ke langit dunia, karena yang berkata demikian adalah Rasulullah Shaliallahu alayhi wa salam diberi julukan Ash Shadiqul Mashduq (orang jujur yang diotentikasi kebenarannya oleh Allah), tanpa perlu mempertanyakan dan membayangkan bagaimana caranya.

Dari hadits ini jelas bahwa sepertiga rnalam yang akhir adalah waktu yang dianjurkan untuk memperbanyak berdoa. Lebih lagi di bulan Ramadhan, bangun di sepertiga malam akhir bukanlah hal yang berat lagi, karena bersamaan dengan waktu makan sahur. Oleh karena itu, manfaatkanlah sebaik-baiknya waktu tersebut untuk berdoa.

2 Ketika berbuka puasa 

Waktu berbuka puasa pun merupakan waktu yang penuh keberkahan, karena di waktu ini manusia merasakan salah satu kebahagiaan ibadah puasa, yaitu diperbolehkannya makan dan minum setelah seharian menahan keinginan makan dan minum, sebagaimana hadits:

"Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb Nya kelak" (HR. Muslim, no.1151)

Keberkahan lain di waktu berbuka puasa adalah dikabulkannya doa orang yang telah berpuasa, sebagaimana sabda Rasulullah Shaliallahu olayhi wa sallam:

"Ada tiga doa yang tidak tertolak. Doanya orang yang berpuasa ketika berbuka, doanya pemimpin yang adil dan doanya orang yang terzhalimi" (HR. Tirmidzi no.2528, Ibnu Majah no.1752, Ibnu Hibban no.2405, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi)

Oleh karena itu, jangan lewatkan kesempatan baik ini untuk memohon apa saja termasuk kebaikan dunia dan kebaikan akhirat. Namun perlu diketahui, terdapat doa yang dianjurkan untuk diucapkan ketika berbuka puasa, yaitu doa berbuka puasa. Sebagaimana hadits:

"Biasanya Rasulullah Shallallahu alayhi wa sallam ketika berbuka puasa membaca doa:
"Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil `uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah" (Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya' Allah)" (HR. Abu Daud no.2357, Ad Daruquthni 2/401, dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/232)

Adapun doa yang tersebar di masyarakat dengan lafazh berikut:

"Allahumma bika shumtu wa bika amantu wa alaa rizqika afthartu bi rahmatika yaa arhamar raahimiin" adalah hadits palsu, atau dengan kata lain, ini bukanlah hadits. Tidak terdapat di kitab hadits mana pun. Sehingga kita tidak boleh meyakini doa ini sebagai hadits Nabi Shallallahu 'alayhi wa sallam.
Oleh karena itu, doa dengan lafazh ini dihukumi sama seperti ucapan orang biasa seperti saya dan Anda. Sama kedudukannya seperti kita berdoa dengan kata-kata sendiri. Sehingga doa ini tidak boleh dipopulerkan apalagi dipatenkan sebagai doa berbuka puasa.
Memang ada hadits tentang doa berbuka puasa dengan lafazh yang mirip dengan doa tersebut, semisal:
"Biasanya Rasulullah Shallallahu' alayhi wa sallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii'ul aliim". Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341): "1-ladits ini gharib, dan sanadnya lemah sekali". Hadits ini juga di-dhaif­kan oleh Al Albani di Dhaif Al Jami (4350). Atau doa-doa yang lafazhnya semisal hadits ini semuanya berkisar antara hadits dhaif atau munkar.

 3. Ketika malam lailatul qadar

Malam lailatul qadar adalah malam diturunkannya Al­Quran. Malam ini lebih utama dari 1000 bulan. Sebagaimana firman Allah Ta'ala:

 "Malam Lailatul Qadr lebih baik dari 1000 bulan." (Al-Quran Surah Al Qadr [97] : 3) 

Pada malam ini dianjurkan memperbanyak ibadah termasuk memperbanyak doa. Sebagaimana yang diceritakan oleh Ummul Mu'minin Aisyah radhiyallahu 'anha: "Aku bertanya kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, menurutmu apa yang sebaiknya aku ucapkan. jika aku menemukan malam Lailatul qadar? Beliau bersabda: Berdoalah:

"Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa'fu anniy"

Ya Allah, sesungguhnya engkau Mahapengampun dan menyukai sifat pemaaf maka ampunilah aku`."(HR. Tirmidzi, 3513, Ibnu Majah, 3119, At Tirmidzi berkata: "Hasan Shahih.")

Pada hadits ini Ummul Mu'minin 'Aisyah radhiyallahu 'anha meminta diajarkan ucapan yang sebaiknya diamalkan ketika malam lailatul qadar. Namun ternyata Rasulullah Shailallahu alayhi wa sallam mengajarkan Iafazh doa. Ini menunjukkan bahwa pada malam Lailatul qadar dianjurkan memperbanyak doa, terutama dengan lafazh yang diajarkan tersebut.


 4. Ketika adzan berkumandang  


Selain dianjurkan untuk menjawab adzan dengan lafazh yang sama, saat adzan dikumandangkan pun termasuk waktu yang mustajab untuk berdoa. Rasulullah Shallallahu' alayhi wa sallam bersabda:

"Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu, ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang." (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata: "Hasan Shahih")

5. Di antara adzan dan iqamah  

Waktu jeda antara adzan dan iqamah adalah juga merupakan waktu yang dianjurkan untuk berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah Sholallahu alayhi wa sallam:

"Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak." (HR. Tirmidzi, 212, ia berkata: "Hasan Shahih")

Dengan demikian jelaslah bahwa amalan yang dianjurkan antara adzan dan iqamah adalah berdoa, bukan shalawatan, atau membaca murattal dengan suara keras, misalnya dengan menggunakan mikrofon. Selain tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu 'alayhi wa sallam, amalan-amalan tersebut dapat mengganggu orang yang berdzikir atau sedang shalat sunnah. 
Padahal Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda: 
"Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan suara dalam membaca Al-Quran, atau beliau berkata, Dalam shalat'." (HR. Abu Daud no.1332, Ahmad, 430, dishahihkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Nata-ijul Afkar, 2/16)
Selain itu, orang yang shalawatan atau membaca Al-Quran dengan suara keras di waktu jeda ini, telah meninggalkan amalan yang dianjurkan oleh Rasulullah ShaIlallahu alayhi wa sallam, yaitu berdoa. Padahal ini adalah kesempatan yang bagus untuk memohon kepada Allah segala sesuatu yang ia inginkan. Sungguh merugi jika ia melewatkannya.


6. Ketika sedang sujud dalam sholat

 Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda:

"Seorang hamba berada paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia sedang bersujud. Maka perbanyaklah berdoa ketika rtu" (FIR. Muslim, no. 482)

7. Ketika sebelum salam pada sholat wajib 

Rasulullah Shallallahu 'aIayhi wa sallam bersabda:

"Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, kapan doa kita didengar oleh Allah? Beliau bersabda: 'Di akhir malam dan diakhir shalat wajib'." (HR. Tirmidzi,3499) 

Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Zaadul Ma'ad (1/305) menjelaskan bahwa yang dimaksud akhir shalat wajib' adalah sebelum salam. Dan tidak terdapat riwayat bahwa Nabi Shallallahu 'alayhi wa sallam dan para sahabat merutinkan berdoa meminta sesuatu setelah salam pada shalat wajib. Ahli fiqih masa kini,

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: "Apakah berdoa setelah shalat itu disyariatkan atau tidak? Jawabannya: tidak disyariatkan. Karena Allah Ta'ala berfirman: "Jika engkau selesai shalat, berdzikirlah...." (Al-Quran Surah An Nisaa' [4] : 103). Allah berfirman 'berdzikirlah', bukan 'berdoalah'. Maka setelah shalat bukanlah waktu untuk berdoa, melainkan sebelum salam." (Fatawa Ibnu Utsaimin, 15/216)

Namun sungguh disayangkan kebanyakan kaum Muslimin merutinkan berdoa meminta sesuatu setelah salam pada shalat wajib yang sebenarnya tidak disyariatkan, kemudian justru meninggalkan waktu­ waktu mustajab yang disyariatkan. yaitu di antara adzan dan ketika adzan, ketika sujud dan sebelum salam.

8. Di hari Jum'at 

Rasulullah Shallaliahu alayhi wasallam bersabda: "Rasulullah Shallallahu alayhi wa sallam menyebutkan tentang hari Jum'at kemudian beliau bersabda: 

"Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang Muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta'. Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentamya waktu tersebut" (HR. Bukhari 935, Muslim 852 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu)

Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari ketika menjelaskan hadits ini beliau menyebutkan 42 pendapat ulama tentang waktu yang dimaksud. Namun secara umum terdapat empat pendapat yang kuat. 

Pendapat pertama, yaitu waktu sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum'at, berdasarkan hadits:

"Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat Jum'at selesai." (HR. Muslim, 853 dari sahabat Abu Musa Al Asy'ari radhiyallahu 'anhu)
Pendapat ini dipilih oleh Imam An Nawawi, Al Qurthubi, Ibnul Arabi dan Al Baihaqi.
Pendapat kedua, yaitu setelah Ashar sampai terbenamnya rnatahari. Berdasarkan hadits: -Dalam 12 jam hari Jum'at ada satu waktu, jika seorang meminta sesuatu kepada Allah 'Azza Wa Jalla pasti akan dikabulkan, Carilah waktu itu disetelah Ashar." (HR. Abu Daud 1048 dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu.disahihkan Al Albani di Shahih Daud) Pendapat ini dipilih oleh dan Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Pendapat ini yang lebihmasyhur di kalangan para ulama.

Pendapat ketiga, yaitu setelah Ashar, namun di akhir-akhir hari jumn'at. Pendapat ini didasari oleh 
riwayat dari AbiIshaq bin Rahawaih, Ibnul Zamlakani menguatkan pendapat ini.

Pendapat keempat, yang juga dikuatkan oleh Ibnu Hajar sendiri, yaitu menggabungkan semua pendapat yang ada. Ibnu Barr berkata: "Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa pada dua waktu yang disebutkan." Dengan demikian seseorang akan lebih memperbanyak doanya di hari Jum'at dan tidak pada beberapa waktu tertentu saja. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu 'Abdil Barr.


9. Ketika turun hujan 

Hujan adalah nikmat Allah Ta'ala. Oleh karena itu, tidak boleh mencelanya. Sebagian orang merasa jengkel dengan turunnya hujan, padahal yang menurunkan hujan tidak lain adalah Allah Ta'ala. Oleh karena itu, daripada tenggelam dalam rasa jengkel lebih baik memanfaatkan waktu hujan untuk berdoa memohon apa yang diinginkan kepada Allah Ta'ala: 

"Doa tidak tertolak pada dua waktu, yaitu ketika adzan berkumandang dan ketika hujan turun." (HR Al Hakim, 2534, dishahihkan Al Albani di Shahih Al Jami', 3078)

10. Hari Rabu antara Zhuhur dan Ashar 

Shunah ini belum diketahui oleh kebanyakan kaum Muslimin, yaitu dikabulkannya doa di antara shalat Zhuhur dan Ashar di hari Rabu. Ini diceritakan oleh Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu: "Nabi Shallallahu alayhi wa sallam berdoa di Masjid Al Fath tiga kali, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu. Pada hari Rabu doanya dikabulkan, yaitu di antara dua shalat. Ini diketahui dari kegembiraan di wajah beliau. Berkata Jabir: `Tidaklah suatu perkara penting yang berat pada saya kecuali saya memilih waktu ini untuk berdoa, dan saya mendapati dikabulkannya doa saya`."

Dalam riwayat lain:

"Pada hari Rabulah doanya dikabulkan, yaitu di antara shalat Zhuhur dan Ashar." (HR. Ahmad, no. 14603, Al Haitsami dalam

Majma Az Zawaid, 4/15, berkata: "Semua perawinya tsiqah", juga dishahihkan Al Albani di Shahih At Targhib, 1185)

11. Ketika para jama'ah haji wukuf di Arafah

Pada hari tersebut dianjurkan memperbanyak doa, baik bagi jama'ah haji maupun bagi selurah kaum Muslimin yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Sebab, Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda:

"Doa yang terbaik adalah doa ketika hari Arafah." (HR. At Tirmidzi, 3585. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)


12. Ketika perang berkecamuk

Salah satu keutamaan pergi ke medan perang dalam rangka berjihad di jalan Allah adalah doa dari orang yang berperang di jalan Allah ketika perang sedang berkecamuk, diijabah oleh Allah Ta'aia. Dalilnya adalah hadits yang sudah disebutkan sebelumnya:

"Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu, ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang." (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata: "Hasan Shahih")

13. Ketika meminum air zam zam

Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda:

"Khasiat air Zam-zam itu sesuai niat peminumnya." (HR. Ibnu Majah, 2/1018. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah, 2502)
Demikian uraian mengenai waktu­ waktu yang paling dianjurkan untuk berdoa. Mudah-mudahan Allah Ta'ala mengabulkan doa-doa kita dan menerima amal ibadah kita. Aamiin Ya Mujiibas Sa'iliin

Di Copas oleh Nurdin Urbayani untuk nurdinurbayani.com