21 Mei, 2013

BISNIS KELUARGA MUHAMMAD SAW


*Diambil dari Ensiklopedia Leadership & Manajemen Muhammad SAW, 
  Dr. Muh. Syafii Antonio, M.Ec. (Buku ke 2)

Kota Mekkah menjadi pusat-pusat transit perdagangan di Jazirah Arab antara komoditas Yaman dan komoditas Syiria sehingga penduduknya lebih maju daripada suku-suku lainnya.


Seperti yang tertera jelas dalam Surat Quraisy (Q.S. Quraisy (106): 1-4), secara umum bangsa Quraisy memiliki dua rute perjalanan yang didasarkan pada cuaca musim panas dan musim dingin.

Perjalanan dagang musim panas dilakukan ke utara yang meliputi Syria, Yordania, Palestina, dan Lebanon.  Bahkan, tidak jarang, mereka melanjutkan perjalanan sampai ke Turki dan perbatasan Eropa Barat. 

Daerah itu menjadi favorit perjalanan kafilah dagang musim panas karena relatif lebih sejuk bila dibandingkan terik matahari Mekkah dan Jeddah. Sementara pada musim dingin, daerah selatan Mekkah seperti Yaman dan Ethiopia memiliki cuaca yang lebih hangat. Di berbagai daerah Syam bahkan turun salju. Oleh karena itu, pada musim ini bangsa Quraisy memilih berdagang ke selatan.

Dalam perkembangannya, kota Mekkah mempunyai kedudukan kian penting di seluruh Jazirah. Setelah kepemimpinan diteruskan Naufal dan Muttalib, Mekkah bertambah maju dan makmur. 

Kota Mekkah menjadi pusat transit perdagangan di Jazirah Arab antara komoditas Yaman dan komoditas Syiria sehingga penduduknya lebih maju daripada suku-suku lainnya.

Di dalam keluarga besar Muhammad  hampir seluruh karib kerabatnya adalah pedagang. Darah dagang dalam diri Muhammad rupanya sudah mengalir dari kakek besar Hasyim bin Abdu Manaf, turun ke Abdul Muttalib sang kakek, mengalir ke darah Abdullah sang ayah juga ke paman-pamannya, seperti Sayyidina Abbas dan Abi Talib. 

Demikian juga kerabat setingkat paman seperti Abi Sufyan. Tidak ketinggalan pula sepupu dan sahabat-sahabat karib beliau, seperti Ali bin Abi Tålib, Abu Bakr, Umar, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Suhaib Ar-Rumi. Semuanya adalah pedagang yang sangat sukses dan mandiri, dan banyak menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakatnya.

Kekhasan yang menyertai kegiatan dagang bangsa Quraisy kala itu, mereka menjalankan ekspedisi dagang yang terdiri dari sejumlah orang (membentuk kelompok/ kafilah), dan menjadikan unta sebagai alat transportasi.

Menurut sebuah catatan, mereka menggunakan kafilah unta yang jumlahnya bisa mencapai 1.000 hingga 2.500 ekor bersama 100 sampai 300 pengiring. Seekor unta bisa membawa 300 kilogram beban, sehingga kafilah itu bisa mengangkut 300 sampai 750 ton beban.

Bentuk dan jenis perdagangan Arab Jahiliah sangat variatif. Di antaranya, para pemilik modal dapat terlibat langsung dalam mengelola perdagangan, atau hanya sebagai penanam modal (investor). 

Janda kaya atau anak-anak yatim yang memiliki peninggalan harta benda, misalnya, dapat menginvestasikan modalnya kepada orang-orang yang pandai dalam berdagang dan dianggap bisa dipercaya. Bentuk ini dikenal dengan nama Muqaradah atau Mudarabah.

Mudarabah adalah satu bentuk kerjasama bisnis antara dua belah pihak atau lebih, di mana pihak pertama menyediakan dana (sahib maal) dan pihak kedua memberikan keahlian dan kemampuan manajemen (mudarib). 

Kedua belah pihak sepakat untuk berkongsi untung dan rugi dalam satu proyek atau unit usaha. Jika terdapat keuntungan, keuntungan itu dibagi sesuai nisbah (ratio) yang telah disepakati. 
Manakala terjadi kerugian, kerugian itu akan ditanggung penyandang dana, selama tidak timbul dari kecurangan dan atau kelalaian mudarib. Jika mudarib melakukan manipulasi yang berakibat pada kerugian, kerugian sepenuhnya ditanggung mudarib.

Dalam perkembangannya, mudarabah memiliki berbagai corak, termasuk di dalamnya mudarabah mutlaqat (umum) dan mudarabah muqayyadah (dibatasi dengan ketentuan-ketentuan bisnis tertentu).

Bentuk perdagangan inilah yang pernah dipraktikkan oleh Muhammad ketika bekerjasama dengan investor Khadijah binti Khuwailid. Penduduk Hijaz menyebut kerjasama itu dengan istilah mudarabah, sementara penduduk Irak menamainya dengan istilah muqaradah.

Bangsa Quraisy pra Islam hidup pada masa jahiliah yang berarti "masa kebodohan." Kehidupan bangsa Arab pada saat itu sarat dengan perilaku bodoh yang merugikan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.

Mereka terbiasa dan senang melakukan praktik bisnis ribawi, memperjual belikan manusia (perbudakan), berjudi, meyakini takhayul, minum minuman keras, berzina, merampok suku lain, mengubur anak perempuan hidup-hidup, dan lain-lain.

Di tengah-tengah kejahiliahan itu, Muhammad sering merenung dan menyendiri, memikirkan kondisi yang terjadi di masyarakatnya. Tatkala Allah mengangkat beliau sebagai rasul, beliau mulai memperkenalkan sekaligus menyeru umatnya untuk meninggalkan berbagai perilaku dan tradisi jahiliah, termasuk kejahiliahan dalam berniaga dan berbisnis.

Setelah diangkat sebagai Nabi dan Rasulullah, Muhammad perlahan-lahan mengikis beragam bentuk dan praktik perdagangan yang sarat dengan nilai-nilai kejahiliahan. Beliau mengajarkan bentuk transaksi bisnis yang sarat dengan nilai etika, akhlak, dan kemanusiaan.

Ajaran yang disampaikan Nabi sangat apresiatif terhadap perdagangan yang praktiknya dilandasi etika bisnis Islami. Sedangkan perdagangan yang mengandung unsur ribawi, sebagaimana biasa dilakukan bangsa Arab Jahiliah, termasuk dalam kategori yang diharamkan.

"Orang-orang yang (makan) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang-orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu lantaran mereka berkata bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu berhenti (dari mengambil riba), maka baginya yang telah diambil dahulu, dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (Q.S. Al-Baqarah (2): 275).

Tidak itu saja, Muhammad pun memperkenalkan syarat-syarat kehalalan jual-beli, dan beliau melarang transaksi jual beli dengan unsur tipu daya atau kecurangan yang acap kali ditempuh para pedagang Arab Jahiliyah.

Nabi menjelaskan, jual beli semacam itu tidak sah karena merugikan pihak lain. Beliau menyampaikan kepada kaumnya bahwa dalam Islam terdapat kerangka dasar etika yang harus diterapkan saat transaksi jualbeli. Dalam mengemban Islam pada awal-awal turunnya ajaran tersebut, Muhammad mendapat tentangan yang keras dari mereka. 

www.tokosantri.com