*Diambil dari Ensiklopedia Leadership & Manajemen Muhammad SAW,
Dr. Muh. Syafii Antonio, M.Ec. (Buku ke 2)
Kota Mekkah menjadi pusat-pusat transit perdagangan di
Jazirah Arab antara komoditas Yaman dan komoditas Syiria sehingga penduduknya
lebih maju daripada suku-suku lainnya.
Seperti yang tertera jelas dalam Surat Quraisy (Q.S. Quraisy
(106): 1-4), secara umum bangsa Quraisy memiliki dua rute perjalanan
yang didasarkan pada cuaca musim panas dan musim dingin.
Perjalanan dagang musim panas dilakukan ke utara yang
meliputi Syria, Yordania, Palestina, dan Lebanon. Bahkan, tidak jarang, mereka melanjutkan
perjalanan sampai ke Turki dan perbatasan Eropa Barat.
Daerah itu menjadi
favorit perjalanan kafilah dagang musim panas karena relatif lebih sejuk bila
dibandingkan terik matahari Mekkah dan Jeddah. Sementara pada musim dingin,
daerah selatan Mekkah seperti Yaman dan Ethiopia memiliki cuaca yang lebih
hangat. Di berbagai daerah Syam bahkan turun salju. Oleh karena itu, pada musim
ini bangsa Quraisy memilih berdagang ke selatan.
Dalam perkembangannya, kota Mekkah mempunyai kedudukan kian penting
di seluruh Jazirah. Setelah kepemimpinan diteruskan Naufal dan Muttalib, Mekkah
bertambah maju dan makmur.
Kota Mekkah menjadi pusat transit perdagangan di
Jazirah Arab antara komoditas Yaman dan komoditas Syiria sehingga penduduknya
lebih maju daripada suku-suku lainnya.
Di dalam keluarga besar Muhammad hampir seluruh karib kerabatnya adalah pedagang.
Darah dagang dalam diri Muhammad rupanya sudah mengalir dari kakek besar Hasyim
bin Abdu Manaf, turun ke Abdul Muttalib sang kakek, mengalir ke darah Abdullah
sang ayah juga ke paman-pamannya, seperti Sayyidina Abbas dan Abi Talib.
Demikian
juga kerabat setingkat paman seperti Abi Sufyan. Tidak ketinggalan pula sepupu
dan sahabat-sahabat karib beliau, seperti Ali bin Abi Tålib, Abu Bakr, Umar,
Utsman, Abdurrahman bin Auf, Suhaib Ar-Rumi. Semuanya adalah pedagang yang
sangat sukses dan mandiri, dan banyak menciptakan lapangan pekerjaan untuk
masyarakatnya.
Kekhasan yang menyertai kegiatan dagang bangsa Quraisy kala
itu, mereka menjalankan ekspedisi dagang yang terdiri dari sejumlah orang
(membentuk kelompok/ kafilah), dan menjadikan unta sebagai alat transportasi.
Menurut sebuah catatan, mereka menggunakan kafilah unta yang
jumlahnya bisa mencapai 1.000 hingga 2.500 ekor bersama 100 sampai 300
pengiring. Seekor unta bisa membawa 300 kilogram beban, sehingga kafilah itu
bisa mengangkut 300 sampai 750 ton beban.
Bentuk dan jenis perdagangan Arab Jahiliah sangat variatif.
Di antaranya, para pemilik modal dapat terlibat langsung dalam mengelola
perdagangan, atau hanya sebagai penanam modal (investor).
Janda kaya atau anak-anak yatim yang memiliki peninggalan
harta benda, misalnya, dapat menginvestasikan modalnya kepada orang-orang yang
pandai dalam berdagang dan dianggap bisa dipercaya. Bentuk ini dikenal dengan
nama Muqaradah atau Mudarabah.
Mudarabah adalah satu bentuk kerjasama bisnis antara dua
belah pihak atau lebih, di mana pihak pertama menyediakan dana (sahib maal) dan
pihak kedua memberikan keahlian dan kemampuan manajemen (mudarib).
Kedua belah pihak sepakat untuk berkongsi untung dan rugi dalam
satu proyek atau unit usaha. Jika terdapat keuntungan, keuntungan itu dibagi sesuai
nisbah (ratio) yang telah disepakati.
Manakala terjadi kerugian, kerugian itu
akan ditanggung penyandang dana, selama tidak timbul dari kecurangan dan atau
kelalaian mudarib. Jika mudarib melakukan manipulasi yang berakibat pada
kerugian, kerugian sepenuhnya ditanggung mudarib.
Dalam perkembangannya, mudarabah memiliki berbagai corak,
termasuk di dalamnya mudarabah mutlaqat (umum) dan mudarabah muqayyadah
(dibatasi dengan ketentuan-ketentuan bisnis tertentu).
Bentuk perdagangan inilah yang pernah dipraktikkan oleh
Muhammad ketika bekerjasama dengan investor Khadijah binti Khuwailid. Penduduk
Hijaz menyebut kerjasama itu dengan istilah mudarabah, sementara penduduk Irak
menamainya dengan istilah muqaradah.
Bangsa Quraisy pra Islam hidup pada masa jahiliah yang
berarti "masa kebodohan." Kehidupan bangsa Arab pada saat itu sarat
dengan perilaku bodoh yang merugikan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
Mereka terbiasa dan senang melakukan praktik bisnis ribawi,
memperjual belikan manusia (perbudakan), berjudi, meyakini takhayul, minum
minuman keras, berzina, merampok suku lain, mengubur anak perempuan
hidup-hidup, dan lain-lain.
Di tengah-tengah kejahiliahan itu, Muhammad sering merenung
dan menyendiri, memikirkan kondisi yang terjadi di masyarakatnya. Tatkala Allah
mengangkat beliau sebagai rasul, beliau mulai memperkenalkan sekaligus menyeru
umatnya untuk meninggalkan berbagai perilaku dan tradisi jahiliah, termasuk
kejahiliahan dalam berniaga dan berbisnis.
Setelah diangkat sebagai Nabi dan Rasulullah, Muhammad perlahan-lahan
mengikis beragam bentuk dan praktik perdagangan yang sarat dengan nilai-nilai
kejahiliahan. Beliau mengajarkan bentuk transaksi bisnis yang sarat dengan
nilai etika, akhlak, dan kemanusiaan.
Ajaran yang disampaikan Nabi sangat apresiatif terhadap
perdagangan yang praktiknya dilandasi etika bisnis Islami. Sedangkan
perdagangan yang mengandung unsur ribawi, sebagaimana biasa dilakukan bangsa
Arab Jahiliah, termasuk dalam kategori yang diharamkan.
"Orang-orang yang (makan) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang-orang yang kemasukan setan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu lantaran mereka
berkata bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya yang telah diambil dahulu, dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang
yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya." (Q.S. Al-Baqarah (2): 275).
Tidak itu saja, Muhammad pun memperkenalkan syarat-syarat
kehalalan jual-beli, dan beliau melarang transaksi jual beli dengan unsur tipu
daya atau kecurangan yang acap kali ditempuh para pedagang Arab Jahiliyah.
Nabi menjelaskan, jual beli semacam itu tidak sah karena
merugikan pihak lain. Beliau menyampaikan kepada kaumnya bahwa dalam Islam terdapat
kerangka dasar etika yang harus diterapkan saat transaksi jualbeli. Dalam
mengemban Islam pada awal-awal turunnya ajaran tersebut, Muhammad mendapat
tentangan yang keras dari mereka.
www.tokosantri.com